
LSP adalah suatu lembaga yang dapat melaksanakan sertifikasi suatu profesi yang dibuat oleh lembaga pedidikan & pelatihan kerja yang telah mendapatkan lisensi dari BNSP. Dalam beberapa pekerjaan atau organisasi, kepemilikan sertifikasi adalah hal yang mutlak. Pegawai atau calon pegawai wajib memiliki sertifikasi tertentu agar bisa bekerja di bidang tertentu.
Sebelum mengetahui manfaatnya, tentu saja Anda harus tahu lebih dulu apa yang dimaksud dengan LSP. LSP singkatan dari Lembaga Sertifikasi Profesi. Lembaga ini merupakan perpanjangan tangan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau BNSP.
Sesuai dengan namanya, LSP memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi sesuai dengan ruang lingkupnya. Untuk mengenal LSP lebih dalam, simak artikel ini sampai akhir!
Sebelum mengikuti sertifikasi di sebuah LSP, Anda perlu mengetahui jenis-jenis LSP terlebih dahulu. Secara umum, ada 3 jenis LSP yang ada di Indonesia dan diakui oleh BNSP. Yaitu LSP P1, LSP P2, dan LSP P3.
Klasifikasi jenis LSP ini ditetapkan sesuai dengan badan atau lembaga yang membentuknya. Sehingga, sasaran sertifikasi setiap LSP juga akan berbeda satu sama lain. Kewenangan dan fungsi setiap LSP adalah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
LSP P1 atau LSP Pihak Pertama merupakan LSP yang dibentuk oleh suatu lembaga pendidikan dan pelatihan. Lembaga pendidikan dan pelatihan yang dimaksud bisa berupa lembaga bentukan lembaga swasta, pemerintah, atau pun pelatihan kerja.
Setelah resmi dibentuk, LSP P1 memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikat kompetensi sesuai dengan skema yang telah divalidasi oleh BNSP. Selain itu, LSP ini juga dapat mengadakan program pelatihan yang sepaket dengan ujian sertifikasi kompetensi.
Dalam program kerjanya, LSP P1 dapat menggunakan SKKNI atau pun SKK Khusus. Pilihan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan LSP dan pemilihannya dikembalikan kepada LSP tersebut.
Secara umum, tipe LSP P2 tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan LSP P1. Hanya saja, penyelenggaraan LSP tipe ini diadakan oleh pemerintah. Pelaksanaan LSP P2 membutuhkan SKK khusus dari departemen tersebut sebagai landasan edukasi dan sertifikasi.
Dalam LSP P2, program sertifikasi dibentuk oleh Unit Pelaksana Tugas atau UPT. Selain itu, kegiatan yang dilakukan juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan SKKNI atau kurikulum khusus sesuai pilihan LSP. Sedangkan untuk Tempat Uji Kompetensi atau TUK dapat dilaksanakan pada UPT lainnya.
LSP P3 sering juga disebut sebagai LSP umum. LSP tipe ini adalah LSP yang dibentuk oleh perkumpulan atau asosiasi. Baik asosiasi industri atau pun asosiasi profesi. Dibandingkan dengan 2 LSP lainnya, LSP P3 cenderung berbeda. Perbedaan yang paling mendasar dari LSP P3 dengan tipe lain LSP adalah perbedaan konsep yang dimiliki oleh LSP ini.
Pada 2 LSP lainnya, program pelatihan dan pendidikan yang diberikan sudah termasuk sebagai bagian dari program sertifikasi. Sementara itu, LSP P3 memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan program sertifikasi tanpa harus melalui program pelatihan dan pendidikan.
Dengan kata lain, Anda dapat mengikuti program sertifikasi kapan saja selama Anda sudah memenuhi syarat sertifikasi. Sehingga, pelaksanaan LSP P3 biasanya menggunakan SKKNI.
Baik LSP P1, LSP P2, atau pun LSP P3 menjalankan tugasnya dengan mengacu pada SKKNI. Tapi, apa itu SKKNI?
Secara sederhana, SKKNI merupakan kepanjangan dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan rumusan kemampuan kerja yang menjadi acuan pelaksanaan sertifikasi LSP.
SKKNI mencakup berbagai aspek yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Mulai dari aspek pengetahuan, keterampilan, dan atau keahlian serta sikap kerja. Seluruh aspek tersebut disusun sedemikian rupa sehingga relevan dengan pelaksanaan tugas dan jabatan yang ditetapkan.
SKKNI juga terus berkembang dan menyesuaikan dengan kebutuhan kerja di industri terkait. Penggunaan SKKNI sendiri, biasanya mencakup proses merancang dan mengimplementasikan pelatihan kerja, asesmen keluaran pelatihan, serta asesmen tingkat keterampilan dan keahlian.
Penetapan SKKNI dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan.
Setelah mengetahui jenis-jenis LSP, Anda mengetahui kalau ada 3 jenis LSP yang dibentuk oleh 3 lembaga yang berbeda. Salah satunya adalah LSP Pihak Pertama atau LSP P1 yang dibentuk oleh lembaga pendidikan dan pelatihan. Sehingga, suatu SMK dapat mengajukan diri menjadi LSP P1.
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi jika SMK tersebut mau mengajukan diri menjadi LSP Pihak Pertama. Di antara kriteria SMK bisa menjadi LSP adalah sebagai berikut:
Agar bisa mengajukan diri menjadi LSP P1, SMK tersebut harus sudah memiliki akreditasi. Bila sekolah tersebut belum memiliki akreditasi, maka proses akreditasi harus menjadi prioritas dan dilakukan lebih dulu.
Selain itu, sekolah juga harus menerapkan kurikulum yang berbasis kompetensi. Hal ini menjadi salah satu syarat wajib untuk mendapatkan lisensi sebagai LSP.
Tenaga asesor LSP adalah seseorang yang memiliki kualifikasi untuk melaksanakan asesmen. Hal ini diperlukan agar asesmen manajemen mutu dalam sistem lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
SMK yang telah memenuhi syarat pengajuan dapat mengajukan diri menjadi LSP P1 kepada BNSP. Jika pengajuan diterima, BNSP akan memberikan sertifikat lisensi LSP. Setelah itu, SMK tersebut dapat mulai melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja kepada peserta didiknya.
Sebagai LSP Pihak Pertama, cakupan peserta pelatihan sertifikasi SMK sangat terbatas. Khususnya jika dibandingkan dengan LSP Pihak Kedua. LSP P1 hanya memiliki wewenang untuk melakukan sertifikasi terhadap peserta didiknya saja. Sedangkan LSP P2 dapat menguji peserta pelatihannya atau pun pihak lain di luar itu.
Meski begitu, pembentukan LSP di SMK adalah sebuah terobosan. Karena, dengan adanya LSP di SMK, maka upaya penguatan pendidikan vokasi dapat dilakukan dengan lebih efisien. Di samping itu, pengadaan LSP di SMK juga menjadi bentuk implementasi dari Instruksi Presiden. Tepatnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 yang membahas tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia.
Secara umum, ada dua peran yang dimiliki sebuah Lembaga Sertifikasi Profesi. Yang pertama, LSP berperan sebagai sertifikator. Dan yang kedua, LSP berperan sebagai developer. Setiap peran tersebut memiliki tugas yang berbeda.
Sebagai sertifikator, peran LSP adalah melaksanakan sertifikasi kompetensi. Setidaknya, ada 5 tugas yang wajib dijalankan oleh LSP untuk menjalankan peran ini. Mulai dari membuat materi uji kompetensi, menyediakan tenaga penguji atau asesor, melakukan asesmen, menyusun kualifikasi yang mengacu pada SKKNI, serta memelihara kinerja asesor dan Tempat Uji Kompetensi.
Peran LSP sebagai developer mencakup tugas-tugas pemeliharaan dan pengembangan standar kompetensi. Termasuk di dalamnya tugas untuk mengidentifikasi kebutuhan kompetensi industri, mengembangkan standar kompetensi, dan melakukan pengkajian ulang mengenai standar kompetensi yang berlaku.
Sebagai lembaga sertifikasi, ruang lingkup kegiatan LSP adalah berbagai hal yang masih berkaitan dengan sertifikasi dan kegiatan pendukungnya. Berikut ini adalah beberapa kegiatan LSP secara umum:
Sebuah LSP harus memiliki Tempat Uji Kompetensi atau TUK sendiri. TUK tersebut harus sesuai dengan kebutuhan sertifikasi. Baik sarana atau pun prasarana pendukungnya. Keberadaan TUK merupakan bagian dari syarat pendirian LSP. Karena itu, kondisi TUK harus diperhatikan dengan cermat.
Selanjutnya, tugas lain LSP adalah membuat materi uji kompetensi. Pembuatan materi ini harus sesuai dengan bidang sertifikasi yang dipilih. Untuk LSP SMK atau LSP P1, materi uji kompetensi biasanya sudah dibahas terlebih dahulu dalam program. Sehingga, pengerjaan materi sertifikasi tidak terasa terlalu rumit.
Setiap orang yang lulus uji kompetensi sertifikasi berhak mendapatkan sertifikat kompetensi. Adanya sertifikat LSP adalah bukti bahwa orang tersebut adalah orang yang kompeten di bidangnya. Pengakuan kompetensi ini berlaku dalam skala nasional atau pun internasional.
Penerbitan sertifikat yang sah hanya bisa dilakukan oleh LSP yang telah mendapatkan lisensi dari BNSP. Karena itu, penerbitan sertifikat kompetensi menjadi bagian dari tanggung jawab dan kegiatan LSP secara umum.
Tidak semua SMK wajib mengajukan diri menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi atau LSP. Akan tetapi, setiap siswa atau lulusan SMK wajib mendapatkan sertifikasi dari LSP. Sertifikasi yang didapatkan dari LSP adalah sebuah bukti yang menyatakan bahwa lulusan tersebut siap bersaing di Dunia Usaha dan Industri (DUDI).
Meski sertifikat LSP SMK wajib dimiliki setiap lulusan SMK, sertifikasi itu sendiri tidak menjadi syarat kelulusan SMK. Siswa SMK tetap bisa dinyatakan lulus dari sekolah walaupun tidak mendapatkan sertifikasi profesi.
Persyaratan sertifikasi dalam beberapa bidang kerja sebenarnya bukan hal baru. Selain di Indonesia, ada banyak negara yang mewajibkan pekerja dan calon pekerja memiliki sertifikasi terlebih dahulu. Bahkan di beberapa negara, sertifikasi seperti LSP adalah hal yang wajib.
Secara umum, adanya sertifikasi menjadi jaminan atas keahlian seseorang. Namun, manfaat sertifikasi tidak terbatas pada hal itu saja. Ada berbagai manfaat yang didapatkan dengan adanya sertifikasi. Baik bagi pekerja sebagai pemegang sertifikasi, bagi Industri, atau pun bagi pemerintah Indonesia secara umum.
Beberapa manfaat dari sertifikasi yang dikeluarkan LSP adalah sebagai berikut:
Sertifikasi yang dikeluarkan oleh LSP adalah jaminan akan kompetensi yang dimiliki oleh pemegang sertifikasi. Hal ini membuktikan bahwa pemegang sertifikasi telah mengikuti serangkaian program pendidikan dan telah memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Secar tidak langsung, hal tersebut dapat meningkatkan rasa percaya diri orang tersebut. Sertifikasi juga dapat digunakan untuk pengembangan karier, pemenuhan persyaratan kerja, atau pun sebagai motivasi untuk meningkatkan kompetensi ke tingkat yang lebih tinggi.
Adanya sertifikasi LSP adalah cara industri melakukan seleksi calon tenaga kerja dengan lebih efektif dan efisien. Khususnya bagi industri-industri yang membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi tertentu.
Dengan adanya sertifikasi, industri bisa mendapatkan tenaga kerja unggul sesuai kebutuhan. Sehingga, produktivitas kerja perusahaan dapat dijaga kualitasnya atau bahkan ditingkatkan sesuai kebutuhan. Pemilihan tenaga kerja unggul juga dapat memberi manfaat terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri tersebut.
Selain memberikan manfaat secara individu dan industri, sertifikasi juga dapat memberikan manfaat kepada pemerintah Indonesia. Karena semakin banyak pemegang sertifikasi artinya semakin banyak pula sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki negara.